DomaiNesia

Sabtu, 17 Juli 2021

Studi Ivermectin Untuk Terapi Covid-19 Ditarik Dari Jurnal Ilmiah, Ada Apa?

Ivermectin is not a merk name: it is the generic term for the drug. Foto ilustrasi: Getty Images/iStockphoto/RapidEye

Jakarta -

Ivermectin, obat antiparasit ini lagi-lagi ramai diperbincangkan penduduk luas. Studi yang menyebut ivermectin efektif dalam menolong pengobatan pasien COVID-19 ditarik dari jurnal ilmiah alasannya dilema etika.

Dikutip dari The Guardian, studi mengenai efektivitas Ivermectin terhadap COVID-19 dengan judul 'Efficacy and Safety of Ivermectin for Treatment and prophylaxis of COVID-19 Pandemic' ditarik dari jurnal Research Square pada Kamis (15/7/2021) kemarin.

Diketahui, studi yang dipimpin oleh Dr Ahmed Elgazzar dari Benha University, Mesir, ini dipublikasi pada November 2020. Studi ini kerap menjadi landasan penggunaan Ivermectin untuk pengobatan pasien COVID-19 di banyak sekali negara.

"Research Square sudah memukau pracetak ini," tulis Research Square dalam laman resminya.

Studi tersebut menerangkan pasien COVID-19, yang dirawat di rumah sakit, sanggup pulih dengan segera saat memperoleh terapi Ivermectin. Penggunaan obat ini juga disebut sanggup menurunkan tingkat maut pasien sampai 90 persen.

Namun, studi ini masih banyak dipertanyakan oleh para ahli. Tak sedikit di antara mereka yang mendapatkan kejanggalan dalam studi tersebut.

Salah satunya mahasiswa pascasarjana kedokteran di London, Jack Lawrence, yang mendapati bab pendahuluan dari makalah tersebut nyaris segalanya plagiat. Menurutnya, seluruh paragraf ditulis dari siaran pers dan situs web.

Lawrence juga meragukan data mentah dalam studi Ivermectin ini berlainan dengan protokol observasi ilmiah.

"Para penulis mengklaim observasi cuma ditangani pada usia 18-80 tahun. Namun, setidaknya ada tiga pasien dalam kumpulan data berusia di bawah 18 tahun," kata Lawrence.

"Penulis juga mengklaim mereka menjalankan observasi antara 8 Juni-20 September 2020, tetapi sebagian besar pasien yang meninggal dirawat di rumah sakit itu sebelum 8 Juni menurut data mentah," jelasnya.

Selain Lawrence, epidemiolog dari University of Wollongong, Australia, Gideon Meyerowitz-Katza, dan seorang analis data yang relevan dengan Linnaeus University, Swedia, Nick Brown, juga mengungkap banyak kesalahan data terhadap observasi Ivermectin ini.

Di Indonesia sendiri penggunaan Ivermectin untuk pengobatan pasien COVID-19 masih dalam tahap uji klinis. Pengujian ini ditangani di 8 rumah sakit, yang ditangani oleh Kementerian Kesehatan RI.

Maka dari itu, Ivermectin belum sanggup disebut selaku 'obat COVID-19'. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah memperingatkan bahwa Ivermectin tergolong dalam kalangan obat keras, sehingga tidak diusulkan untuk dimakan secara sembarang pilih alasannya sanggup berakibat fatal.

"Apabila Ivermectin akan digunakan untuk pencegahan dan pengobatan COVID-19, mesti atas kontrak dan di bawah pengawasan dokter. Jika penduduk memperoleh obat ini bukan atas isyarat dokter, diimbau untuk berkonsultasi apalagi dulu terhadap dokter sebelum menggunakannya," tulis BPOM, Selasa (22/6/2021).



Simak Video "WHO Ingatkan Ivermectin selaku Obat COVID-19 Hanya untuk Uji Klinis!"
[Gambas:Video 20detik]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Oseltamivir-Azithromycin Tak Lagi Disarankan, Paket Isoman Covid-19 Berubah?

    Foto: Andhika Prasetia Jakarta - Rekomendasi modern para dokter tidak lagi memasukkan Oseltamivir dan Azithromycin sebagai obat terap...